Diplomasi kebudayaan merupakan salah satu agenda diplomasi yang kini digalakkan oleh Kementrian Luar Negeri Indonesia. Jika ditelaah lebih jauh, diplomasi kebudayaan telah dilakukan sejak awal Indonesia merdeka. Dalam upaya diplomasi kebudayaan tersebut, kaum perempuan menjadi aktor penting yang tidak bisa diabaikan. Sayangnya, keberadaan perempuan dalam penulisan sejarah diplomasi kebudayaan secara khusus dan sejarah diplomasi secara umum masih mengalami pengeksklusian. Kajian ini membahas keterlibatan dan peran perempuan dalam diplomasi kebudayaan Indonesia sejak 1945 sampai 1960an. Kajian ini bertujuan untuk menghadirkan peran perempuan dalam penulisan sejarah diplomasi kebudayaan, sehingga penulisan sejarah diplomasi kebudayaan menjadi lebih androgynous. Kajian ini dilakukan dengan metode sejarah, yang hasilnya menunjukkan bahwa selama kurun waktu 1945-1960an, banyak perempuan Indonesia yang terlibat dalam diplomasi kebudayaan.
Selama kurun waktu tersebut, gerakan feminisme yang meluas menjadi faktor penentu pasang surut peran perempuan dalam diplomasi kebudayaan. Gagasan kesetaraan gender yang dibawa oleh feminisme telah mendekonstruksi posisi perempuan sebagai konco wingking dan bekerja di ranah privat. Feminisme pada akhirnya telah mendorong masuknya perempuan ke ranah public seperti diplomasi yang sebelumnya dianggap sebagai pekerjaan laki-laki. Akan tetapi, masuknya perempuan dalam diplomasi kebudayaan juga tidak lepas dari kebijakan politik luar negeri Indonesia yang memang membutuhkan peran perempuan. Bagaimanapun, harus diakui bahwa perempuan menjadi perantara yang handal dalam normalisasi hubungan bilateral atau untuk menunjukkan eksistensi Indonesia di kancah internasional.
Sejak menjadi bagian dari diplomasi kebudayaan Indonesia pada masa revolusi, perempuan memegang peranan yang sangat penting. Memang, perempuan dalam diplomasi kebudayaan berbeda dengan para diplomat yang memperjuangkan Indonesia di perundingan. Perempuan dalam diplomasi kebudayaan lebih sering berperan sebagai penari, pelukis, atau memperkenalkan kebudayaan lain dari Indonesia kepada masyarakat negara lain. Akan tetapi, dalam konteks politik luar negeri Indonesia, keberadaan dan peran para perempuan tersebut menjadi sangat sentral. Hal ini disebabkan oleh posisi diplomasi kebudayaan yang seringkali menjadi misi alternatif bagi Indonesia untuk memperjuangkan kepentingannya, menarik dukungan dari negara lain, atau untuk meningkatkan citra baiknya di dunia internasional.
Pada dasarnya, kaum perempuan yang terlibat dalam diplomasi kebudayaan Indonesia era Soekarno didominasi oleh perempuan elit. Perempuan elit yang dimaksud dalam kajian ini adalah publik figur seperti seniman yang telah memiliki prestasi atau dekat dengan Istana seperti Effie Tjoa, Nyonya Bintang Sudibyo atau Ibu Sud, Rima Melati, Titi Puspa, dan tokoh perempuan lainnya. Dengan demikian, publik figur perempuan pada dasarnya turut memberikan kontribusinya dalam sejarah perjalanan diplomasi Indonesia. Meskipun di sisi lain, Presiden Soekarno juga melibatkan pelajar perempuan dan atau rakyat biasa dalam diplomasi kebudayaan, akan tetapi tokoh-tokoh publik lebih sering mendapat tempat dalam media atau sumbersumber sezaman.
Akan tetapi, dari berbagai misi diplomasi kebudayaan Indonesia, tampaknya jarang bagi kaum perempuan untuk mendapatkan kesempatan menjadi pemimpin delegasi. Melalui berbagai misi yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa hampir setiap misi kebudayaan dipimpin oleh laki-laki, baik dari kalangan Pemerintah maupun dari kalangan seniman. Hal ini menunjukkan bahwa posisi perempuan dalam diplomasi kebudayaan Indonesia pada masa Soekarno baru sampai pada tataran aktor atau pelaksana diplomasi. Dengan kata lain, para perempuan tersebut merupakan agen-agen kebudayaan Indonesia, bukan sebagai pengambil kebijakan dalam rangka diplomasi kebudayaan. Terlepas dari hal itu, kajian di atas menunjukkan bahwa bukan hanya kaum laki-laki yang memiliki peran dalam diplomasi di era Soekarno. Bagaimanapun, kaum perempuan juga telah menorehkan sumbangannya dalam membentuk citra Indonesia sebagai sebuah negara baru dan berdaulat dalam peta politik internasional.
Penulis :
Ina Rosalina 1195010060
Insan Sholeh N 1195010062
Kamilia Fatimah Z 1195010072
0 komentar:
Posting Komentar